Monday, February 8, 2016

Tidak ada syarat khusus untuk menjadikan anak JUARA, selain......

Tiga tahun belajar dalam sebuah pekerjaan memang beragam rasanya. Setidaknya, dalam tiga tahun terakhir saya diberi pengalaman untuk menjadi seorang guru bimbingan konseling di sekolah, guru tari di TK, dan menjadi konsultan bidang perkembangan atau di kantor biasa disebut konselor yang konsen pada perkembangan anak. Saya amat bersyukur dengan pekerjaan ini. Perlahan kesadaran dan kepedulian saya tentang anak kian tumbuh.
Hari ini saya diutus oleh kantor untuk membantu orangtua siswa, khususnya ibunya, membantu mereka memahami hasil diagnose psikologis yang telah dilakukan terhadap anaknya. Dari total seratus anak, hanya empat anak yang mengikuti test diagnose, dan hanya satu ibu yang hadir ke sekolah untuk menerima penjelasan dari saya mengenai perkembangan psikologis anaknya. This hurting me so much. Kasarnya, ini anak elo ngapa juga lo ga memberikan sedikit waktu untuk mengerti perkembangan anak lo sendiri. Begitu kira-kira. Hehe.
Satu jam saya menunggu di kantor, menunggu kedatangan ibu-ibu yang seharusnya hadir. While I was waiting for them, I saw a kid, a special kid. Sebut saja Raja.
Raja dengan tangan kosong berangsur mendekati teras ruangan untuk duduk dan melepas sepatunya kemudian dengan sigap dan yakin menyimpannya di rak sepatu. Raja dengan mantap terlihat siap untuk masuk kelas dan mengikuti pelajaran. Tidak ada orang dewasa satupun yang membantu. Hanya ada anak perpempuan yang membawakan kepadanya satu buku tulis kemudian meninggalkannya sendiri. Saya amat bangga walaupun entah Raja itu siapa. Kenapa? Karena dia bukan anak laki-laki yang fisiknya sempurna. Tapi saya tidak ragu bahwa hati dan pikirannya telah sempurna.
Saya ulang,
Raja dengan tangan kosong berangsur mendekati teras ruangan dengan kaki kirinya yang bengkok sehingga jalannya tidak seimbang. Kemudian melepas sepatunya dengan sabar menggunakan satu tangan karena tangan kirinya pun melengkung dan tidak berdaya untuk membantu tangan kanannya melepas sepatu. Ia kemudian berdiri dengan kuat dan meraih dan memegang sepasang sepatunya di tangan kanan untuk dia simpan di rak sepatu. Dia pun tak lupa mengambil buku tulisnya kemudian segera masuk ke ruangan tanpa disuruh. Raja amat sempurna.
Saya mencari-cari ibunya, tetapi tidak ada satupun ibu-ibu yang memperhatikan dia. Artinya, dia melakukannya sendiri, tanpa pengawasan orangtuanya. Jika saya diberi kesempatan berbincang dengan ibunya, saya tidak segan untuk mengucapkan kekaguman saya kepada ibu yang mampu membuat anaknya tetap percaya diri dan semangat untuk bermain dan belajar. Tidak banyak orangtua yang mampu melakukannya saat diberikan situasi yang amat terbatas.
Raja dan ibunya adalah contoh teladan, tetapi masih banyak orangtua di luar sana yang mengeluh tidak mampu menjadikan anaknya juara karena alasan keterbatasan yang terjadi pada anaknya. Tidak bu, pak, bukan seperti itu. Anak tidak pernah bisa memilih terlahir dengan keterbatasan. Untuk itu, bantulah anak untuk menjadi tidak terbatas. Bukan membatasinya dengan sedemikian kelemahan kita dalam berjuang. Itulah kenapa lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. Lebih baik melakukan usaha untuk membuat potensi kecilnya menjadi besar daripada harus membesar-besarkan kekurangan yang akan mengecilkan anak.
Memang tidak mudah untuk mengupayakan pendidikan terbaik untuk anak. Kalau bisa, saya ingin sekali mengatakan kepada calon ayah dari calon anak-anak saya nanti bahwa “Bekerjalah sekeras mungkin, akan hadir anak-anak kita nanti yang butuh diperjuangkan. Saya tidak ingin kita menjadi payah dalam memberikan pendidikan terbaik untuk kehidupannya”
Pendidikan mahal, baik pendidikan untuk anak-anak maupun untuk saya yang nantinya akan menjadi seorang ibu. Sebelum anak saya tumbuh menjadi “besar”, saya dan suami saya nanti harus lebih dulu menjadi “besar”
InsyaAllah..
Saya tekankan, tidak ada syarat khusus untuk menjadikan anak juara selain kesungguhan orangtuanya menjaga amanah dari Tuhan.

Cilegon, 09 Februari 2016

12:25

No comments:

Post a Comment